Mahasiswa Magister Studi Agama-Agama Melakukan Kunjungan ke Organisasi Sumarah Purbo di Bantul

Yogyakarta, 13 Oktober 2025 --- Kelas Magister Studi Agama-agama – konsentrasi Studi Agama dan Resolusi Konflik (SARK) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta semester 3, yang terdiri dari Agus Fitrah, Febrian Arif Pratama, Gita Lupiana, dan Maulidia DhuryatiPialaBora, melakukan kunjungan penelitian lapangan ke Bantul, Yogyakarta, tepatnya pada Desa Wijirejo. Kunjungan ini bertempat di kantor Sekretaritat Dewan Pengurus Pusat (DPP) Penghayat Tuhan Yang Maha Esa, Sumarah Purbo. Kegiatan ini diselenggarakan atas inisiatif dari pada anggota kelas dalam Mata Kuliah IndependentStudies dan dukungan oleh Bu Dr. Dian Nur Anna, S.Ag., M.A. Kegiatan ini adalah salah satu usaha untuk mempraktekkan apa yang telah di dapatkan secara teori saat pembelajaran di kelas. Kunjungan yang dilaksakan, memberikan pengalaman yang nyata dan langsung kepada mahasiswa Magister Studi Agama Agama untuk mengenal lebih dalam tentang Aliran Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sumarah Purbo merupakan salah satu Organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berpusat di Desa Wijirejo, Bantul, Yogyakarta. Pendiri dari Sumarah Purbo adalah Bapak Sukisman yang lahir pada tahun 1901, dan sekarang di teruskan oleh Bapak Heri Sujoko. Dalam kunjungan ini, para anggota kelas terlihat antusias untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh Pak Heri. “Dalam sejarah perkembangan agama, Sumarah Purbo merupakan salah satu aliran penghayat yang berkembang pada masyarakat kecil semenjak dulu, yang dimana notabenenya tidak tersentuh oleh agama-agama hindu, budha, islam dan lainnya, yang cenderung hanya berkembang pada pusat-pusat kerajaan saat dulu” ujar Pak Heri.

Nama Sumarah Purbo Memiliki arti “Sumarah”artinya Pasrah, pasrah diri kepada tuhan dengan setulus-tulusnya, dan “Purbo” yang artinya Yang Murbo yaitu Tuhan yang Maha Esa. Sumarah purbo menyebut tuhan dengan “ Pangeran Ingkang Murbo Ing Dumadi” (Tuhan Yang Maha Esa). “Secara Umum mungkin ajaran yang sejenis dengan penghayat ini atau Sumarah Purbo ini, menjadi hal yang biasa bagi para mereka yang sudah berumur 50 tahun keatas, namun bagi anak-anak muda, mungkin ajaran seperti ini merupakan suatu kebaruan bagi mereka”, Ujar Pak Heri.

“Kami sebenarnya memang sangat terarik menilik lebih dalam tentang aliran penghayat seperti ini, karena memang hal ini jarang dibahas atau mungkin sedikit peminat dalam mendalami bahasan ini, terutama dalam konteks pembahasan ranah studi agama. Banyak orang yang berfikiran bahwa, hal yang mirip dengan “Sumarah Purbo” ini sebagai bentuk kebudayaan dan melakukan pembahasan dengan prespektif budaya, namun pernyataan itu tidak salah, tetapi tidak dapat di elak an juga, bahwa ada konsep kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat dalam kebudayaan tersebut, yang kemudian itu menjadi ranah pembahasan yang sangat menarik dalam Studi Agama”, Ujar Febrian Arif. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Pak Heri, bahwasannya ketertarikan akan penghayat di generasi muda sekarang menurun, bahkan mungkin mereka asing dengan hal ini.

Bagi Pak Heri sendiri, Sumarah Purbo merupakan organisasi penghayat yang unik, jika dibandingkan dengan aliran kepercayaan atau penghayat yang sejenis. “Sumarah Purbo merupakan salah satu penghayat yang lahir bukan dari masyarakat adat. Yang dimaksud masyarakat adat adalah “Dayak”, maka ada “Kaharingan”, Keraton (masyarakat adat Jawa), maka ada “Kejawen”, dan lain sebagainya”, Kata Pak Heri.

Kunjungan ini, menjadi sebuah pengalaman dan ilmu baru tentang ke-eksis-an aliran penghayat ditengah perkembangan masyarakat beragama di era sekarang. Kunjungan ini juga membuka insight baru tentang harmoni dan kerukunan masyarakat desa dengan keberagamaan dan kepercayaan yang bermacam. (Penulis: Febrian Arif Pratama)